RUMAH SUKU MELAYU "BELALAI GAJAH MINUM"
RUMAH MELAYU
Rumah suku Melayu berbentuk "belalai gajah minum". Rumah berbentuk tinggi, dengan tiang kira-kira dua meter diatas tanah. Gunanya untuk menghindarkan diri dari banjir dan serangan binatang-binatang buas pada zaman dahulu kala. Dihalaman rumah melayu penuh ditanam pohon kelapa dan buah-buahan, serta tumbuh-tumbuhan kecil lainnya, biasanya berguna untuk ramuan obat-obatan ataupun untuk ulam (lalap).
Disamping anak tangga muka, tersedia tempayan atau guci berisi air untuk mencuci kaki sebelum orang naik ke rumah. Anak tangga bahagian muka bertingkat tiga, kemudian ada pula pelataran dan kembali ada beberapa anak tangga yang jumlahnya ganjil.
Serambi muka, adalah ruangan tempat menerima tamu-tamu biasa. Disana ada jendela yang dihiasi dengan jerjak-jerjak yang di ukir-ukir dengan baik. Dari serambi muka, kita masuk keserambi tengah, lebih tinggi dari serambi muka. Kedua serambi ini kadang-kadang terpisah oleh dinding, kadang-kadang tidak.
Disinipun ada beberapa jendela, dengan hiasan yang sama. Ruangan ini dipergunakan untuk menyambut orang-orang yang disegani, tempat makan bersama atau tidur bersama-sama.
Pada suatu sudut dari ruangan tengah ini ada anak tangga menuju tingkat atas yang namanya "para". Yaitu tempat anak gadis (dara) berdiam. Letaknya persis di atas serambi tengah, seakan-akan sebuah loteng.
Disebelah serambi tengah, ada serambi belakang yang lebih rendah sedikit, tanpa dinding pemisah dengan serambi lainnya. Serambi ini tempat para wanita menyambut tamu-tamunya atau tempat untuk menyelesaikan kerja sehari-hari.
Dapur Melayu, lantainya agak jarang, sehingga dari celah-celah lantai segala kotoran dapur dapat dibuang dengan mudah.
Rumah melayu tidak mempunyai Kamar-kamar yang banyak. Ia di diami oleh keluarga, yaitu satu unit kecil dari masyarakat. Ukir-ukiran yang dibuat sebagai hiasan rumah. Sekaligus berfungsi sebagai ventilasi, umumnya bermotifkan bunga seroja.
UKIRAN-UKIRAN EMAS ATAU PERAK.
Didalam bidang kerajinan tangan, membuat ukir-ukiran dikenal berbagai ragam bentuk ukir-ukiran dengan motif daun-daun atau bunga-bunga. Terkenal bermacam benda ukiran yang terbuat dari perak atau emas, seperti OGOK (tempat menyimpan azimat) DOKOH (rantai panjang) kerabu emas, ikat pinggang yang terbuat dari emas atau perak.
Dipesisir Timur Sumatera, Melayu-melayu membuat Perahu-perahu yang ukir-ukirannya berbentuk PALLAWA dan ukir-ukiran India lainnya. Semua ini mengingatkan kita akan pengaruh-pengaruh Hindu sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari India Selatan atau orang-orang Tamil (keling) langsung kepulau Sumatera.
MENENUN
Bidang pertenunan juga dikenal oleh suku Melayu, pusat kerajinan tangan ini adalah Batubara. Tenun Batu Bara sudah dikenal sejak abad ke-18. Warna dasar kain adalah hijau tua atau biru tua. Benang yang dipergunakan benang katun. Motif kain kecil-kecil diatas dasar kain yang berwarna hijau tua tadi, dicap dengan sebuah Blok kayu yang sudah diukir serta sudah disemir dengan lem, kemudian ditutup dengan daun emas yang dilengketkan kepada motif-motif yang sudah dilem tadi.
Satu cara lain kain sungkit, kain tenun diletakkan diatas bangku tenun lalu disungkit dengan kalam mergat barulah dimasukkan benang emas, lalu dipijaah karab barulah dimasukkan benang ini dipukul dengan sisir. Kalam (alat penyungkit) yaitu alat untuk menentukan besar atau kecilnya motif tenunan.
MENGANYAM TIKAR
Dipinggir-pinggir pantai biasa tumbuh, tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau, daunnya panjang-panjang agak berduri-duri kecil di ujung daunnya. Nama tumbuhan itu biasa disebut Pandan. Daun Pandan ini dijemur, kemudian dijadikan bahan untuk kerajinan tangan yang menghasilkan apa yang biasa dikenal dengan "anyaman tikar".
Tikar-tikar yang dianyam dengan indah oleh suku Melayu telah dikenal oleh pelawat-pelawat Cina 500 tahun yang lampau di daerah ini.
SIRIH SUGUHAN UTAMA
Buat orang Melayu, Sirih dengan alat-alat pengiringnya merupakan suguhan utama. Tepak Sirih beserta sirih, kacu, pinang yang di belah-belah, kapur dan tembakau, adalah suguhan yang tetap "disorongkan" baik menyambut tamu maupun di dalam melakukan upacara-upacara adat lainnya.
Sifat sirih yang jika dimakan bersama gambir akan berubah menjadi warna merah, melambangkan keberanian. Kapur yang putih bersih menyatakan kesucian. Gambir (kacu) yang rasanya kelat menyatkan keuletan.
Dari sinilah diperoleh istilah "sekapur sirih" yang biasa diberikan untuk "persembahan", biasa dimakan untuk tangkal setan ataupun disemburkan sebagai obat.